Bayi Ngemall? Pikir-Pikir Dulu

Sejak hamil, saya memiliki kebiasaan baru. Saya menjadi lebih fokus memperhatikan pola hidup berkeluarga, utamanya pasangan tua-muda  yang telah memiliki anak. Salah satu yang sangat menjadi perhatian saya adalah fenomena jalan-jalan di mall bersama buah hati, so sweet bangettt.  Maka timbullah keinginan membawa baby saya kelak ngemall. Karena keinginan itulah, ketika mulai membeli perlengkapan bayi jelang lahiran salah satu benda yang selalu menarik fokus lensa mata saya adalah stroller yang lucu dan beragam. Saya harus punya satu, batin saya kala itu.

Bagaimana dengan sekarang? Hingga usia Dafinah yang enam bulan sekian hari stroller impian saya tak kunjung berpindah tempat dari toko ke rumah saya. Anggap saja kami (utamanya saya) terlalu panjang pemikiran hingga akhirnya memutuskan stroller impian dimiliki orang lain. Stop membahas stroller, postingan ini bukan tentang itu!(self reminder).

©©©

Ngemall bareng bayi sepertinya telah menjamur (meski bukan di musim hujan). Terlebih dengan dukungan kereta dorong atau stroller yang makin memudahkan aktivitas ini. Para orang tua senang hasrat jalan-jalan-belanjanya terpenuhi, bayi pun tenang tertidur di dalam kereta dorongnya. Namun, pernahkah terpikir resiko yang mungkin diterima oleh bayi kecil kita demi kesenangan mata dan kaki kita sebagai orang tua?

 

Bayi dari suku bangsa manapun, yang namanya bayi terlebih kala usianya belum genap empat bulan maka sistem imunnya masih rentan. Ia masih mudah sakit dan tertular virus, apalagi yang menyebar lewat udara.  Bayi tak mampu mengeluh laiknya kita orang dewasa ketika badan tak enak atau kepala sakit, ia hanya mampu menangis. Sementara kita yang dewasa tak selalu mampu mengartikan tangisannya.  Indikator bayi sedang dalam kondisi tidak sehat adalah tangis yang tak bisa didiamkan, demam, tekstur dan warna feses, juga keaktifan si kecil. Lalu, siapkah kita menggadaikan kesehatan bayi kita dengan kesenangan kita yang hanya beberapa jam?

Selain faktor penyakit yang mudah menulari  si bayi ketika ikut shopping  di mall, jam tidurnya pun bukan tidak mungkin akan terganggu. Bayi memiliki waktu tidur tertentu sesuai usianya, waktu tidur itulah yang mendukung perkembangan otaknya. Oke, bayi bisa tidur di mana saja dan kapan saja. Namun ketika suasana sekitarnya riuh-gaduh bisakah lelapnya sempurna? Terlebih jika kebetulan ngemallnya pas ada event pemilihan miss-miss-an atau semacamnya. Bisa dibayangkan gaduh dan sesaknya orang-orang berlalu lalang. Bayi yang sedang tidur pun bisa terbangun, sebab indera pendengaran a.k.a telinga mereka sudah berfungsi baik berbeda dengan mata yang baru mampu melihat jelas setelah 4 bulan. 

Saya teringat saat saya harus ikut bertemu dengan kawan suami saya di salah satu mall terbesar di kota kami. Pada hari itu pula, sedang dilaksanakan pemilihan Miss Indonesia untuk wakil Sulawesi Selatan. Ramai. Bising. Sesak. Susah gerak. Diantara kerumunan orang-orang, tampaklah seorang ibu muda bersama ibu dan (mungkin) tantenya berusaha membuka jalan sebab bayi mungilnya dalam stroller sudah mulai menangis.  Tak mungkin menenangkan sambil menggendong si bayi dalam kondisi demikian. Kasihan ibunya yang keringatan, lebih kasihan lagi bayinya yang rewel karena tak nyaman dan (mungkin) sudah “bermain” bersama virus-virus di udara.

Bayinya di ajak sosialisasi kalo di ajak ke mall, itu juga cuma sebentar. Itu satu alasan dari sekian pembenaran atas apa yang  dilakukan. Sosialisasi? Yang dibutuhkan bayi di bawah enam bulan itu bukan sosialisasi ala mall, tapi stimulus yang mampu mendukung tumbuh kembangnya juga mendekatkannya secara emosional dengan ibu-ayah-dan anggota keluarga lainnya. Cuma sebentar? Saya ragu waktu yang dihabiskan seseorang di mall cuma tiga puluh menit. Saya jarang ngemall dan tak terlalu doyan ke mall (kecuali buat mampir di Gramedia, Carrefour, Hypermart, dkk), waktu yang saya butuhkan minimal dua jam. Apalagi kalau tujuannya memang jalan-jalan cuci mata, belanja-belanji, mampir makan di resto atau foodcourt bisa berapa lama? Sementara waktu yang dibutuhkan virus untuk berekspansi itu cuma dalam hitungan menit bahkan detik. So…? Silakan dijawab sendiri.

Postingan ini tidak berniat provokatif apalagi menjelekkan mereka yang senang membawa anak atau bayi mereka jalan-jalan. Semua itu pilihan. Hanya saja setiap orang mengharapkan yang terbaik baik anaknya. Pesan orang tua saya, ketika anak sehat maka hidup kita masih tenang, masih bebas membawanya kesana kemari. Namun ketika ia sakit? Bingunglah kita. Anak sakit bisa dicegah dengan langkah mudah, jangan membawa mereka terpapar dengan hal yang bisa menyebabkan mereka sakit ketika usianya masih terlalu dini. Pun kalau butuh dan sangat kangen bertemu dengan barang-barang di mall, titipkan bayi kita pada kakek-nenek atau anggota keluarga yang kita percaya. Kita senang-anak tenang.

©©©

Kembali ke keinginan ngemall bareng keluarga kecil saya, ternyata waktu pelan-pelan menghapus keinginan saya itu. Ketika Dafinah baru lahir, keinginan ngemall terhambat oleh luka pasca operasi. Selang beberapa bulan cuti saya habis, maka otomatis waktu ngemall hampir tidak ada. Kecewa, awalnya iya. Namun, ada hikmah dibalik ketidakterpenuhinya keinginan saya itu. Setidaknya hingga kini Dafinah Alhamdulillah sehat. Dan satu lagi, mungkin dengan tidak membawa Dafinah ke mall di usia dini semoga mampu menjauhkannya dari budaya hedonisme dan konsumerisme yang wabahnya begitu cepat menular.

Posted on November 27, 2013, in Celoteh Bunda, Parent_Think and tagged , . Bookmark the permalink. 6 Comments.

  1. mantap…mantap. sepakat! baru sadar juga saya akibat yg bisa terjadi pada bayi, soal virus.

    disini stroller juga penanda ‘status’, makanya ada yg ‘nekat’ saja membaya bayinya dgn kereta bayi yg saya kira itu dipakai utk bayi dibawah umur 3 bulan kayaknya, dan stroller spt itu mahalnya minta amplop! sdh gitu tdk dipakaikan pula penutup spt kelambu. andai ingin memberikan sinar matahari, tentunya ke taman ya, bukan ke mall atau jalan2x yg penuh virus dan polusi.

    aktual dan bermanfaat!

    • Heum, begitumi mungkin kanda, berhubung tingkat ekonomi makin membaik…membeli stroller kayanya seperti beli pulsa…. hehehe… Deh, kalo saya kuliat baek-baek kodong saldo tabungan dulu… Stroller pun dipakainya tidak lama dan juga bikin anak malas jalan kalo terus dipake. Dafinah sejak 4 bulan digendong saja,,,pun kalo mau jalan-jalan pake gendongan kangguru apalagi lehernya sudah mulai kuat, lebih irit *haha, emak-emak penuh perhitungan*

      Saya sepakat, mending dibawa ke taman…melihat yang hijau-hijau atau yang berwarna warni supaya jadi stimulus juga buat matanya… kalo di mall…lampuji banyak… 😀 😀

  2. like this hun hehehe….nggak hanya bawa baby ngemall aja sih tapi yg bikin ngenes itu mbonceng ibu yang bawa balita,nah anaknya itu dipaksa berdiri.merinding g sih lihat yang beginian???heummmm…..

    makasih ya,ini bermanfaat banget 😀

  3. betuuull..aku juga kurang setuju kalo ada ortu yg bawa anak2nya yg Masya Allah..masih imut2 nian buat jalan2 ke mall..kasiaaann..dan makin gemes pas tau info tentang virus2 yg berbahaya dan rentan menjangkiti bayi ini..awalnya cuma mikir, kasian anaknya nanti terjerat gaya hidup konsumtif dan hedonis..tapi ya gitu deh..ponakan sendiri ada yg ikut2an diajak ke mall..mau dibilangin, kok ya ga enak.. 😦

    • Ehehehe….saya maklum dengan keinginan membawa anak jalan-jalan apalagi ke mall karena saya pun pernah punya keinginan demikian. Tapi, balik lagi hitung baik tidaknya buat si anak sehingga Dafinah sampai sekarang ngemallnya baru sekali (buat gundul doang). Kalo ga enak bilangin, minta mama ponakan Nisa membaca tulisan ini hehehehehehe *pletak*

      Hem, saya percaya nanti Nisa bakal jadi ibu yang baik.. 🙂

Leave a comment